Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengkritisi
sistem pendidikan di Indonesia yang cenderung memberatkan para murid
dengan banyak mata pelajaran, khususnya di tingkat TK, SD, dan SMP.
Sebaliknya, pendidikan karakter, moral, dan budaya dinilai masih sangat
kurang.
Dalam sambutannya pada Pengukuhan Dewan
Pemdidikan Daerah Provinsi Jawa Barat di Gedung Sate, Senin (5/3/2018),
Aher menyampaikan
bahwa pelajaran SD di Indonesia lebih sulit daripada pelajaran SD di
negara maju.
Aher mencontohkan, anak-anak di TK
dituntut untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung, kemudian di kelas 1
SD sudah ada ujian tengah dan akhir semester. Jumlah mata pelajarannya
pun sangat banyak dan sekolah kerap memberikan pekerjaan rumah dalam
jumlah banyak pula.
Di sisi lain, katanya, masih banyak murid
SD, SMP, bahkan SMA, yang tidak bisa membuang sampah pada tempatnya,
tidak bisa disiplin mengantre di tempat umum, dan tidak mengerti
kehidupan sosial serta budaya di sekitarnya.
"Matematika pinter, tapi
membuang sampah ke tempatnya saja tidak bisa," kata Aher.
Padahal pendidikan di Indonesia, katanya,
ditangani oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama,
dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Aher berharap
Dewan pendidikan di daerah harus memberi banyak masukan kepada
pemerintah pusat untuk penyelenggaraan pendidikan terbaik di Indonesia.
"Kita ingin merencanakan mendesain
pendidikan di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, supaya menjadi
pendidikan berkarakter, tidak hanya mentransfer pengetahuan, tapi juga
karakter, moral, akhlak, dan budaya. Sehingga para siswa bisa membawa
karakter dan pengetahuan yang baik," katanya.
Aher berharap dewan pendidikan bisa
memantau dan mempelajari secara cepat kondisi pendidikan di Jawa Barat,
termasuk kurikulumnya yang dianggap terlalu memberatkan para siswa,
kemudian memberikan masukan kepada pemerintah pusat supaya lebih
memperhatikan pendidikan karakter.
"Kalau kurikulum dinilai ketinggian,
kenapa tidak diturunkan. Kenapa tidak kita bikin kurikulum yang membuat
semangat, bukan malah bikin pelajar jadi malas. Tidak ada budaya PR,
seharusnya semua selesaikan di sekolah. Di rumah harusnya tinggal
pengamatan," katanya.
Kehadiran para profesor atau ahli-ahli
pendidikan, katanya, jangan sampai malah membuat kurikulum kian rumit.
Seharusnya, membuat pelajaran semakin mudah ditangkap dan diaplikasikan
oleh para pelajar dan para pelajar pun semakin nyaman sekolah.
Dalam kesempatan tersebut, Aher juga
menekankan pentingnya pendidikan bahasa asing non-Inggris untuk lanjutan
pendidikan ke luar negeri. Aher mengatakan sangat banyak beasiswa yang
ditawarkan negara berbahasa non-Inggris, seperti Jerman, Prancis,
Jepang, Rusia, dan negara-negara berbahasa Arab.
Setelah Bahasa Inggris menjadi pendidikan
dasar di SD sampai SMA, ungkapnya, bahasa asing lainnya bisa dipelajari
untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di luar
negeri, sehingga daya saing pelajar Indonesia akan semakin tinggi.
"Di dunia globalisasi ini kemampuan bahasa
dan pengetahuan informasi teknologi sangat penting. Minimal bahasa
Inggris menjadi kemampuan dasar yang dimiliki siswa, sehingga kalau mau
belajar ke luar negeri tidak usah belajar lagi," katanya. (jabarporvo.go.id).
Posting Komentar untuk "Gubernur Aher Kritisi Kurikulum Pendidikan di Indonesia"