Begini Cara Penghulu Melindungi Perempuan

Oleh Edy Supriatna Sjafei
Jangan dikira upaya perlindungan perempuan atau wanita hanya bisa dilakukan dengan cara memberi gaji seorang bodyguard (pengawal) ke manapun yang bersangkutan bepergian. Atau menempatkan seorang petugas keamanan (Satpam) di pintu gerbang halaman rumah dengan dukungan peralatan kamera, persenjataan dan seekor anjing.



Bagi orang tua kaya cara seperti itu tidak terlalu sulit. Jangankan seorang Satpam, orang sekampung pun bisa dikerahkan jika dimintai tolong untuk mengawasi gadisnya dari si tangan jahil atau hidung belang. Lalu, bagaimana jika kebetulan si orang tua gadis hidupnya melarat. Jangankan untuk membayar seorang bodyguard, membeli kebutuhan 9 bahan pokok saja sudah "senin-kamis".
Nah, di sinilah perlindungan bagi perempuan atau seorang gadis terasa demikian penting dari para hidung belang yang memiliki nafsu syahwat segunung.
Dalam obrolan dengan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Pulo Gadung, Jakarta Timur, penulis berhasil mengorek keterangan berbagai tipu daya para lelaki yang berkeinginan memiliki istri lebih dari tiga, upaya pemalsuan dokumen perceraian, hingga upaya pencegahan perkawinan sesama jenis.
Wuih. Seru jika diungkap terang benderang. Tapi di sini penulis membatasi diri tidak mengungkap sepenuhya karena selain menjaga nama baik orang bersangkutan juga untuk menghormati hak privasi dari tokoh yang dimaksud.
Penting dipahami bahwa hak lelaki beristri hingga empat perempuan dalam hukum Islam dibenarkan. Artinya, pria menjalani kehidupan poligami dibenarkan sejauh hal itu bisa memenuhi hak-hak wanita dan dilakukan dengan rasa berkeadilan. Tapi, apakah alasan yang sering kita dengar itu sudah dirasakan cukup. Jika iya, boleh jadi perlindungan wanita terasa tidak hadir di muka bumi ini.
Apa pasalnya? Ya, tadi seperti pada awal tulisan ini. Pelakunya dapat dipastikan adalah pria yang memiliki kecukupan uang, kaya dan mapan. Dengan kekayaan melimpah, pria bersangkutan memandang wanita seperti dapat "dibeli". Apa lagi bila pria bersangkutan punya status sosial tinggi di tengah masyarakat. Untuk melakukan nikah, kapan dan di mana pun dapat diatur dan dilakukan.
Yang bersangkutan merasa mudah mengatur orang-orang guna menyelesaikan persyaratan perkawinan. Dokumen perizinan dari istri pertama hingga ketiga, misalnya, bisa diperoleh dengan cara pemalsuan. Penghulu bisa diakali dengan iming-iming bayaran tinggi. Maaf, pelaku yang berkeinginan hidup dengan wanita lebih dari tiga justru datang dari kalangan orang terpandang dan memiliki pemahaman agama yang bagus.
Pihak penghulu di KUA Pulo Gadung sempat mendapat "tekanan" untuk segera menikahkan seorang terpandang dengan waktu dan tempat yang sudah ditentukan. Yang bersangkutan ingin punya istri ketiga. Kala dimintai kelengkapan dokumen, yang bersangkutan menyebut akan melengkapinya seusai akan nikah. Artinya, dokumen segera menyusul mengingat undangan sudah tersebar ke berbagai pihak.
Permintaan ditolak dengan alasan dokumen pendukung tidak ada. Terjadi "kehebohan" karena pihak penghulu bertahan dengan berpegang pada aturan, sedang pihak yang sudah ngebet nikah merasa berhak dinikahkan. Begitulah, ketika syahwat menguasai dan melumpuhkan akal sehat.
Pemeriksaan awal kelengkapan dokumen nikah. Foto | Dokumen Pribadi
Pemeriksaan awal kelengkapan dokumen nikah. Foto | Dokumen Pribadi
Aturan menikah, utamanya bagi yang ingin berpoligami, tidak seperti orang mencomot anak ayam di kandangnya. Yang paling berat adalah meminta izin dari istri pertama, kedua dan ketiga. Rambut boleh sama hitam, tetapi kedalaman hati seorang wanita siapa yang tahu. Karenanya, jika para istri sudah memberi izin dengan dukungan alasan kuat, hal tersebut harus dikuatkan juga oleh Pengadilan Agama setempat.
Dokumen inilah yang selalu dipertanyakan para penghulu. Jika tidak ada, penghulu dari KUA setempat tidak akan memenuhi permintaan bersangkutan.
Demikian pula jika seorang yang mengaku duda dan kemudian hendak menikah. Maka, ia harus membuktikan pernah menikah dengan menunjukan keputusan perceraiannya yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama setempat.
Ketika seseorang mengaku duda dan menunjukan fotokopi keterangan keputusan dari Pengadilan Agama, pihak penghulu di KUA sudah bisa melacaknya melalui komputer yang terkoneksi dengan Pengadilan Agama. Penghulu dapat mengetahui apakah fotokopi itu bisa dipertanggungkawabkan atau tidak. Jika iya, proses kelengkapan dokumen bisa dilanjutkan seperti data pendukung berupa KTP, kartu keluarga dan seterusnya.
Tapi, apakah itu sudah cukup?
Ya, tidaklah.
Penghulu akan meminta kepada si duda untuk menyerahkan surat keterangan asli surat keputusan perceraian dari Pengadilan Agama. Surat keterangan yang asli itulah yang kemudian diambil oleh si penghulu dan disimpan sebagai dokumen di KUA setempat. Alasan dokumen itu diminta adalah dimaksudkan untuk menghindari adanya pemalsuan dokumen.
Bisa jadi surat keterangan itu di kemudian hari dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab untuk menikah. Bila si duda tadi ingin menikah lagi, ya tentu harus melengkapi surat perceraian dari Pengadilan Agama lagi. Ini adalah salah satu cara melindungi wanita agar tidak diperlakukan semena-mena.
Orang tua ikut mengantar untuk meyakinkan petugas KUA. Foto | Dokumen Pribadi
Orang tua ikut mengantar untuk meyakinkan petugas KUA. Foto | Dokumen Pribadi
Lagi pula, jika seseorang menikah secara agama saja -- atau yang dikenal sebagai nikah siri -- dan tidak didukung dokumen sebagaimana mestinya, boleh jadi di kemudian hari akan menimbulkan masalah. Bayi yang lahir tidak punya akte kelahiran, yang sudah tentu tidak punya akte lahir tidak bisa mengurus KTP, KK hingga paspor. Termasuk untuk bersekolah pun menjadi sulit karena ketiadaan dokumen.
Pernikahan Siri adalah suatu pernikahan yang dilakukan oleh seseorang dengan adanya wali, memenuhi rukun dan syarat nikah namun tidak didaftarkan di KUA. Kenyataan ini hingga kini masih terjadi di berbagai tempat.
Lalu, bagaimana upaya penghulu mencegah pernikahan sejenis. Ini sejatinya bukan domain penghulu. Lebih tepat menjadi ranah petugas penegak hukum, namun atas panggilan hati dan menjalankan syariat agama maka persoalan itu juga ikut ditanganinya.
Sejatinya pernikahan itu dilakukan dua insan berbeda jenis kelamin, sehingga menghasilkan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan waromah dan seterusnya melahirkan anak saleh dan saleha, berguna bagi negara dan berbakti kepada orang tuanya.
Di KUA, penghulu tidak sekedar memintai kelengkapan dokumen yang diandalkan bahwa dua insan berbeda jenis kelamin itu layak untuk dinikahkan. Tetapi bila dijumpai tanda-tanda "aneh" kelainan fisik pada calon pengantin, maka hal itu segera dilaporkan ke pimpinan KUA. Lalu, dilakukan rapat tertutup. Selanjutnya, disiasati cara memeriksa orang yang akan dinikahkan tadi.
Misalnya, mewawancarai sang pria atau wanita secara terpisah. Dari hasil wawancara itu bisa diperoleh keterangan apakah yang bersangkutan pria sejati atau si wanita punya kelainan. Tapi, yang sering didapati, sang pria punya karakter "melambai". Hehehe... pokoknya penghulu sekarang tak mau dikibuli atau dibohongi calon pengantin. (Edy Supriatna Sjafei; wartawan senior).

Posting Komentar untuk "Begini Cara Penghulu Melindungi Perempuan"