Rencana India Tutup 600 Sekolah Islam (Madrasah) Dapat Kecaman

Siswa di sekolah daerah Guwahati India (Foto Arabnews/Reuters)

Sebuah undang-undang yang akan menutup 600 sekolah Islam di negara bagian Assam di Timur Laut India telah menimbulkan protes, dengan kritik mengatakan pihak berwenang berusaha untuk mempolarisasi masyarakat dan menciptakan ketegangan agama menjelang pemilihan daerah pada bulan Maret mendatang.

Di bawah undang-undang baru, yang diberlakukan oleh pemerintahan yang didominasi oleh Partai Bharatiya Janata (BJP)  disahkan pada hari Rabu lalu (30/12/2020), madrasah yang dikelola pemerintah akan diubah menjadi sekolah biasa.

"Pemerintah secara bertahap membuat Muslim di negara bagian tidak berdaya dengan mengganggu cara hidup kami," Isfaqul Hussain, seorang aktivis yang berbasis di Tezpur, Assam, mengatakan kepada Arab News, Kamis (31/12/2020. 

“Pemerintah BJP mencoba untuk mendorong komunitas Muslim ke pojok hanya untuk mempolarisasi masyarakat dan memenangkan kepercayaan dari komunitas non-Muslim sebelum pemilu,” katanya lagi

Di Assam, 30 persen dari 30 juta penduduk adalah Muslim. Menteri Pendidikan Assam, Himanta Biswa Sarma, mengatakan langkah itu bertujuan untuk membawa komunitas Muslim "maju" dan menegakkan undang-undang baru tersebut.

“Setelah 10 tahun, anak-anak Muslim yang menjadi dokter dan insinyur dari sekolah-sekolah ini, akan berhutang budi kepada pemerintah kita,” ujarnya.

Mohammad Fakaruddin Ahmad yang mengajar di Sekolah Menengah Noorpur Jut, sebuah madrasah di distrik Sonitpur, menolak pernyataan menteri.

“Madrasah kami, seperti sekolah lain, mengajarkan sains dan matematika serta mata pelajaran lain dan juga menghasilkan dokter dan insinyur. Madrasah mengikuti kurikulum pendidikan dari pemerintah negara bagian dan kami mengajarkan pendidikan sekuler kepada siswa kami, selain memiliki kursus bahasa Arab dan studi Islam," terang Fakaruddin.

Hiren Gohain, seorang intelektual publik terkemuka dari Assam, merasa pemerintah lebih mengkhawatirkan nama "madrasah" daripada pendidikan. 

"Motif politik adalah yang terpenting dalam pikiran mereka," katanya kepada Arab News sambil menambahkan,  kesempatan lain mereka akan mulai mengubah nama tempat yang memiliki nama Islam. Dia mengatakan itu adalah "bagian dari skenario" untuk melemahkan minoritas Muslim di Assam dan memaksa mereka untuk patuh pada  partai yang berkuasa.

Anowar Hussain, seorang pengacara di ibu kota negara bagian Guwahati, menggambarkan undang-undang tersebut tidak konstitusional.

“Konstitusi memberikan hak kepada masyarakat minoritas untuk mengelola lembaga pendidikannya. Ini RUU inkonstitusional, ”ujarnya.

Partai oposisi Kongres juga menuduh BJP berusaha menciptakan ketegangan agama di negara bagian itu menjelang pemungutan suara bulan Maret 2021.

BJP, yang memenangkan negara bagian untuk pertama kalinya pada 2016, menghadapi kehilangan suara lokal setelah ada protes terhadap Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA) yang kontroversial, sebuah undang-undang yang diberlakukan pada akhir 2019 untuk mempercepat pemberian kewarganegaraan India kepada non- Migran Muslim dari Bangladesh, Afghanistan dan Pakistan yang telah tinggal di negara itu tanpa dokumen.

Undang-undang tersebut membuat marah penduduk asli Assam yang telah lama menuntut pengusiran semua penduduk tidak berdokumen yang memasuki negara bagian itu setelah 25 Maret 1971.

“BJP berjanji akan mengusir orang asing dari negara bagian itu, tetapi mereka tidak bisa melakukan itu. Mereka tidak bisa memberi pekerjaan kepada rakyat, jadi taktik polarisasi ini satu-satunya senjata yang tersisa di partai,”ujarnya. (azka).  #https://www.arabnews.com/node/1785601/world

Posting Komentar untuk "Rencana India Tutup 600 Sekolah Islam (Madrasah) Dapat Kecaman"