TAFSIR: Kisah Nabi Musa Mendapat Mukjizat Tongkat Yang Bisa Jadi Ular, Surah Ṭoha ayat 9-14

Surah Ṭoha ayat 9-14

وَهَلْ اَتٰىكَ حَدِيْثُ مُوْسٰى ۘ

Apakah telah sampai kepadamu (Nabi Muhammad) kisah Musa?

(9) Pada ayat ini Allah memulai kisah Nabi Musa a.s. dengan ungkapan seakan-akan bertanya kepada Nabi Muhammad saw, apakah telah sampai kepadanya peristiwa dan kisah Nabi Musa ketika berdakwah kepada umatnya? Cara yang demikian biasa dilakukan untuk memfokuskan perhatian, dalam hal ini perhatian Nabi Muhammad saw dan juga umatnya kepada apa yang akan disampaikan. Telah menjadi kebiasaan orang Arab, apabila akan dikemukakan suatu berita atau kisah, maka didahului dengan ungkapan berbentuk pertanyaan, untuk menarik perhatian supaya pendengar mengikuti berita atau kisah itu dengan penuh perhatian.

Surah Ṭoha ayat 10

اِذْ رَاٰ نَارًا فَقَالَ لِاَهْلِهِ امْكُثُوْٓا اِنِّيْٓ اٰنَسْتُ نَارًا لَّعَلِّيْٓ اٰتِيْكُمْ مِّنْهَا بِقَبَسٍ اَوْ اَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى

(Ingatlah) ketika dia (Musa) melihat api, lalu berkata kepada keluarganya, “Tinggallah (di sini)! Sesungguhnya aku melihat api. Mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit nyala api kepadamu atau mendapat petunjuk di tempat api itu.”

(10) Setelah habis masa perjanjian, Musa menggembalakan kambing Syekh Madyan, sebagai mahar yang harus dibayarkan Musa kepada mertuanya di Madyan, dia minta izin untuk kembali ke Mesir, menemui ibunya yang telah ditinggalkan selama sepuluh tahun lebih. Setelah mendapat izin, berangkatlah Musa a.s. bersama keluarganya menuju Mesir, dengan menghindari jalan biasa dan mengambil jalan di lereng, karena takut kalau-kalau keluarganya mendapat gangguan dari raja Syam.

 Dalam tafsir ar-Rāzī dan al-Qurṭubi disebutkan bahwa setelah sampai di lembah Tuwa sebelah Barat dari gunung Tursina, istrinya melahirkan seorang anak, pada malam yang gelap gulita, berhawa dingin dan dalam keadaan tersesat. Untuk menghangatkan rasa dingin yang menusuk sampai ke tulang itu, dan mendapat penerangan di dalam suasana gelap gulita, Musa a.s. berusaha mendapatkan api, tetapi usahanya itu belum juga berhasil. Kemudian secara tidak disangka-sangka, terlihat olehnya api dari jauh di sebelah kiri jalan. 

Maka berkatalah ia kepada keluarganya dengan rasa gembira, “Tinggallah kalian di sini dulu, saya melihat api dari jauh, dan sekarang saya akan ke sana. Mudah-mudahan saya dapat membawa api itu ke sini, atau mendapat petunjuk daripadanya, untuk dapat keluar dari kesesatan jalan kita ini.” Peristiwa seperti ini, dicantumkan juga dalam ayat yang lain di dalam Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah:

۞ فَلَمَّا قَضٰى مُوْسَى الْاَجَلَ وَسَارَ بِاَهْلِهٖٓ اٰنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّوْرِ نَارًاۗ قَالَ لِاَهْلِهِ امْكُثُوْٓا اِنِّيْٓ اٰنَسْتُ نَارًا لَّعَلِّيْٓ اٰتِيْكُمْ مِّنْهَا بِخَبَرٍ اَوْ جَذْوَةٍ مِّنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُوْنَ  

Maka ketika Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan itu dan dia berangkat dengan keluarganya, dia melihat api di lereng gunung, dia berkata kepada keluarganya, ”Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sepercik api, agar kamu dapat menghangatkan badan.” (al-Qaṣaṣ/28: 29)

Surah Ṭoha ayat 11

فَلَمَّآ اَتٰىهَا نُوْدِيَ يٰمُوْسٰٓى ۙ

Ketika mendatanginya (tempat api), dia (Musa) dipanggil, “Wahai Musa.

(11) Ketika Musa a.s., sampai di tempat api, dia melihat api itu bercahaya putih bersih mengitari sebuah pohon berwarna hijau. Musa keheran-heranan melihat kejadian itu, karena cahaya api yang putih bersih itu, tidak mengurangi kehijauan warna pohon, begitu pula sebaliknya, warna hijau pohon itu tidak mengurangi cahaya putih api itu. Di kala itulah Musa a.s., mendengar suara memanggil, “Hai Musa.”

Surah Ṭoha ayat 12

اِنِّيْٓ اَنَا۠ رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَۚ اِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى ۗ

Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Lepaskanlah kedua terompahmu karena sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci, yaitu Tuwa.

(12) Mendengar panggilan itu, Musa terkejut dan ragu, dari mana datangnya suara itu. Suara panggilan itu disusul kemudian dengan suara, yang menyatakan bahwa Allah adalah Tuhan yang telah menciptakan manusia dengan sempurna, kemudian suara itu memintanya agar Musa menanggalkan kedua alas kakinya karena ia berada di suatu lembah bernama “Ṭuwa”, lembah yang suci dan sangat dihormati.

Surah Ṭoha ayat 14

اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku dan tegakkanlah salat untuk mengingat-Ku.

(14) Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa wahyu yang utama dan yang disampaikan ialah bahwa tiada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah dan tiada sekutu bagi-Nya, untuk menanamkan rasa tauhid, mengesakan Allah, memantapkan pengakuan yang disertai dengan keyakinan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Oleh karena itu hanya Dialah satu-satunya yang wajib disembah, ditaati peraturan-peraturan-Nya. Tauhid ini, adalah pokok dari segala yang pokok, dan tauhid ini juga merupakan kewajiban pertama dan harus diajarkan lebih dahulu kepada manusia, sebelum pelajaran-pelajaran agama yang lain.

Pada akhir ayat ini Allah menekankan supaya salat didirikan. Tentunya salat yang sesuai dengan perintah-Nya, lengkap dengan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, untuk mengingat Allah dan berdoa memohon kepada-Nya dengan penuh ikhlas. Salat disebut di sini secara khusus, untuk menunjukkan keutamaan ibadat salat itu dibanding dengan ibadat-ibadat wajib yang lain, seperti puasa, zakat, haji dan lain-lain. Keutamaan ibadat salat itu antara lain ialah apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tata tertib yang telah digariskan untuknya, ia akan mencegah seseorang dari perbuatan yang keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah:

اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ  

Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.   (al-‘Ankabūt/29: 45)

Sebagian ahli Tafsir berpendapat bahwa penutup ayat ini, ditujukan kepada orang yang tidak menunaikan salat pada waktunya, apakah karena lupa atau yang lainnya, supaya melaksanakannya apabila ia sudah sadar dan mengingat perintah Allah yang ditinggalkan itu sebagaimana sabda Rasulullah saw.

مَنْ نَامَ عَنْ صَلاَةٍ اَوْنَسِيَهَا فَكَفَّارَتُهَا اَنْ يُصَلِّيَهَا اِذَا ذَكَرَهَا لاَكَفَارَةَ لهَاَ اِلاَّ ذَلِكَ (رواه البخاري ومسلم عن انس بن مالك )

Barang siapa yang tertidur dari salat atau lupa, maka imbangannya (kafaratnya) adalah salat ketika ia ingat. Tidak ada imbangan lain selain itu. (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim dari Anas bin Mālik)

Dan sabdanya pula:

اِذَا رَقَدَ اَحَدُكُمْ اَوْغَفَلَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا اِذَا ذَكَرَهَاقَالَ اَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي (رواه البخاري ومسلم عن انس)

Apabila salah seorang kamu tidur sehingga tidak salat atau lupa salat hendaklah ia menunaikannya apabila ia telah mengingatnya, karena sesungguhnya Allah berfirman, “Dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku.” (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim dari Anas)

Salah satu fungsi salat adalah untuk mengingat Allah, namun bukan berarti boleh tidak menunaikan salat hanya cukup ingat kepada Allah, karena zikir itu dengan hati, lisan dan anggota badan.  

##Tafsir Al-Qur'an Kemenag 

Posting Komentar untuk "TAFSIR: Kisah Nabi Musa Mendapat Mukjizat Tongkat Yang Bisa Jadi Ular, Surah Ṭoha ayat 9-14"