Daftar 200 Mubalig/Penceramah
yang dirilis Kementerian Agama beberapa hari lalu terus menuai pro dan kontra. Pasalnya, Rilis 200 Muballigh itu seolah mengindikasikan
selama ini seolah-olah hanya terdapat 200 orang alim-ulama atau assatidz
di Indonesia yang dipandang memenuhi tiga kriteria yang ditentukan.
Karena itu, Dewan Pimpinan Pusat Syarikat Islam (DPP-SI) meminta agar Rekomendasi
Kementerian Agama (Kemenag) tentang 200 Muballigh itu dicabut atau dibatalkan.
"Kriteria itu yaitu mempunyai kompetensi keilmuan agama yang mumpuni,
reputasi yang baik, dan berkomitmen kebangsaan yang tinggi. Ini juga
mengartikan Alim Ulama di luar nama yang 200 orang itu menjadi potensial
bisa dicurigai sebagai ulama/ustadz yang membuat masalah dan tidak
cinta NKRI, dan seterusnya," kata DPP~SI dalam siaran pers di Jakarta,
Senin 21 Mei 2018.
Siaran pers itu ditandatangani Ketua Dewan Pusat Syarikat Islam: H.
Rahardjo Tjakraningrat dan Ketua Umum Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfidziyah:
Dr. H. Hamdan Zoelva, S.H., M.H.
Berikut tanggapan Dewan Pimpinan Pusat Syarikat Islam (DPP-SI), seperti dilansir dalam siaran persnya:
1. Bahwa begitu banyaknya alim ulama
dan para As-Satidz yang telah berjasa dalam konteks membangun iklim
kehidupan keberagamaan Islam di Tanah Air, sejak masa prakemerdekaan
hingga zaman kekinian, yang mereka dengan latar keberadaannya
masing-masing tidak pernah membutuhkan adanya pengakuan dari negara,
tetapi dengan tulus ikhlas menghadirkan diri selaku Khadimul-Ummah,
adalah menjadi bagian yang menyatu dengan keberadaan umat Islam dan
bangsa Indonesia itu sendiri.
Oleh karena itu, terbitnya daftar muballigh
yang oleh Kementerian Agama --- mewakili negara --- itu secara langsung
atau tak langsung telah mengganggu suasana kebatinan umat Islam dan
mencederai perasaan alim-ulama dan atau mubalig yang tidak termasuk
dalam daftar tersebut. Padahal ribuan alim ulama telah menjalankan perannya melayani lebih 150 juta umat Islam di Indonesia.
2. Dalih yang digunakan bahwa selama ini Kementerian Agama sering dimintai rekomendasi muballigh leh masyarakat sehingga dipandang perlu untuk merilis daftar nama
mubalig tersebut --- seperti dijelaskan oleh Menag di Jakarta, Jumat (18
Mei 2018) --- sebagaimana dirilis oleh Kemenag adalah tidak relevan dan
mengada-ada; sebab umat dan ulama memiliki kedekatan.
Rekomendasi itu mengindikasikan bahwa selama ini seolah-olah hanya
terdapat 200 orang alim-ulama atau assatidz di Indonesia yang dipandang
memenuhi tiga kriteria yang ditentukan, yaitu mempunyai kompetensi
keilmuan agama yang mumpuni, reputasi yang baik, dan berkomitmen
kebangsaan yang tinggi. Ini juga mengartikan bahwa Alim Ulama di luar
nama yang 200 orang itu menjadi potensial bisa dicurigai sebagai
ulama/ustadz yang membuat masalah dan tidak cinta NKRI, dan seterusnya.
3. Untuk tidak memperlarut polemik sebagaimana dua-tiga hari ini
terjadi dan kecenderungan terbelahnya cara pandang masyarakat yang dapat
mendorong kepada sikap apriori atau antipati terhadap Pemerintah
Republik Indonesia, terutama yang mungkin akan disuarakan oleh para Alim
Ulama dan As-Satidz, dan dapat mengarah kepada perpecahan, kami meminta
agar Rekomendasi Kemenag tentang Daftar 200 Mubalig/Penceramah itu
dicabut atau dibatalkan.
4. Kami memahami bahwa ada keinginan pemerintah yang diwakili oleh
Kementerian Agama Republik Indonesia untuk melakukan pendataan para
pegiat dakwah di Tanah Air sebagaimana telah diwacanakan, akan tetapi
hendaklah hal itu dilakukan dengan cara yang penuh hikmah dan bijaksana
melalui sebuah proses dan sosialisasi yang tersistematisasi secara baik.
Kami sarankan agar kegiatan yang bermaksud menelusuri ihwal keberadaan dan kompetensi setiap muballigh/penceramah tersebut dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia, bukan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
Kami sarankan agar kegiatan yang bermaksud menelusuri ihwal keberadaan dan kompetensi setiap muballigh/penceramah tersebut dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia, bukan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
5. Kalau dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi masyarakat dalam
mencari mubalig atau penceramah, sejatinya pemerintah cukup membuat
daftar alim ulama atau assatidz yang dimasukkan ke dalam Website Kemenag
dan Website Kanwil dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di
seluruh Indonesia, sehingga masyarakat mudah mengaksesnya. (pr|azka).
Posting Komentar untuk "Kenapa Daftar 200 Mubaligh Kemenag Perlu Dibatalkan, Ini Alasannya...!"