Sejak pengelolaan SMA dan SMK negeri di
Jawa Barat diambil alih Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pengadaan
seragam dan buku pelajar tidak lagi dilakukan oleh pihak sekolah
sehingga melenyapkan prasangka buruk mengenai bisnis yang dilakukan
sekolah.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan
mengatakan, saat pengadaan seragam dilakukan oleh sekolah, banyak
masalah bermunculan. Mulai dari pembuatan seragam yang memakan waktu
sampai dua bulan, sampai kondisi seragam yang tidak pas dengan ukuran
badan setiap pelajarnya.
"Dulu seragamnya pas dibikin sekolah, baru
jadi dua bulan kemudian. Pas dipakai, ada yang kekecilan dan ada yang
kebesaran, tidak pas. Sekarang ditiadakan, biarkan pelajar beli sendiri.
Kalau ada yang tidak mampu, dibantu bersama, masalah seragam selesai,"
kata gubernur yang akrab disapa Aher ini, Senin (4/6)
Selama ini, katanya, banyak masyarakat
beranggapan pengadaan seragam dan buku oleh sekolah adalah bisnis
kecil-kecilan yang dilakaukan sekolah. Dengan penghapusan hal tersebut,
guru dapat lebih fokus meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya tanpa
memikirkan bisnis.
Aher mengatakan dengan alih kelola SMA dan
SMK, PNS di Pemprov Jabar yang awalnya berjumlah 13 ribu orang, menjadi
42 ribu orang. Tenaga honorer pun bertambah dan pihaknya berupaya
menyejahterakan honorer.
"Dulu gaji honorer itu Rp. 400 ribu sampai
Rp. 750 ribu sebulan, karena diberi upah Rp. 10 ribu sampai Rp. 35 ribu
sejam. Kemudian kita sekarang membayarnya Rp. 85 ribu per jam. Semoga
tahun depan Rp. 100, supaya melebihi UMK," ujarnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, katanya,
harus memerhatikan honorer karena keberadaannya di setiap lembaga. SMA 3
Bandung yang merupakan sekolah populer pun, katanya, memiliki tenaga
honorer cukup banyak. (jabarprov.goid).
Posting Komentar untuk "Sekolah Dilarang Jual Seragam dan Buku"