Secara garis besar ada dua tipe
pemimpin. Yaitu Pemimpin yang transformatif dan transaksional. Pemimpin
transformatif itu membangun dengan nilai, membangun kultur dengan cara
baru dalam membangun peradaban. Sedangkan pemimpin transaksional itu
pemikirannya sempit, yaitu berdasarkan satu kata, uang.
“Tidak ada
tokoh-tokoh besar di dunia ini yang masuk kategori pemimpin
transaksional. Pemimpin transformatif akan dikenang
dengan tinta emas dalam sejarah karena membangun dengan cara baru dan
peradaban baru,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya saat menjadi narasumber
Sekolah Pimpinan HMI 2018 yang digelar Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa
Islam (PB-HMI) di Panjang Jiwo Resort, Desa Cikeas, Sukaraja, Kabupaten
Bogor, Selasa (2/10/2018)..
Dia menyebutkan, Herbert Feith membuat
dua tipologi kepemimpinan dalam sejarah politik Indonesia, yakni
solidarity maker dan tipe administrator. Menurut Feith, dua tipologi ini
menggambarkan pola dan strategi kepemimpinan dalam mewujudkan visi
politik tertentu.
Solidarity maker lebih mengedepankan
strategi retorik guna mengumbar gelora dan penyatuan solidaritas dengan
memainkan simbol-simbol identitas. Sedangkan administrator lebih
mengedepankan kecakapan administratif guna kelancaran implementasi visi
dan misi.
“Contoh pemimpin solidarity maker adalah
Bung Karno dan tipe pemimpin administrator adalah Bung Hatta. Menurut
Herbert Feith keduanya saling melengkapi. Jadi kalau mau jadi pemimpin
harus menguasai dua tipologi ini,” ujarnya.
Jika menjadi seorang pemimpin maka akan
memasuki pintu gerbang dilema yang tak berujung, pilihan-pilihan yang
tak mudah. Dilema terbesar jadi pemimpin adalah antara pemimpin yang
populis (membuat kebijakan yang menyenangkan semua orang) atau tetap
populer dan pemimpin Risk Taker (pengambil resiko).
Pemimpin Risk Taker
meskipun resikonya bisa turun, masuk penjara itulah resiko pemimpin.
Salah satu tolok ukurnya lihat saja kepala daerahnya berapa kali di
demo.
“Banyak yang terjebak hanya ingin cari
aman, membuat kebijakan yang populis. Jadi belum tentu kebijakan yang
populis baik untuk jangka panjang,” tutur Bima.
Menurutnya, setiap pemimpin harus
memiliki ambang batas politik, sejauh mana dia memiliki toleransi
terhadap praktek-praktek kotor politik. “Ikuti saja aturannya, ada
peraturan pusat, Peraturan Daerah (Perda) dan juga ikuti kata hati dalam
melangkah,” pungkasnya. (Humpro : SZ/Adit/Hari).
Posting Komentar untuk "Bima Arya Beberkan Pemimpin Transformatif dan Transaksional"