Penambangan Pasir, Ancam Hilangnya Sumber Air Tasikmalaya

Kerusakan lingkungan parah akibat aktivitas penambangan pasir dan batu terus berlangsung di kawasan perbukitan Jalan Mangkubumi-Indihiang (Mangin), Kota Tasikmalaya, Kamis, 25 Oktober 2018. Bukit-bukit yang semestinya menjadi kawasan konservasi dan penyerapan air malah rusak dan nyaris rata dengan tanah. Ancaman hilangnya sumber air pun mengintai Tasikmalaya.

Pantauan "PR", Kamis, 25 Oktober 2018 siang, aktivitas penambangan terlihat di sepanjang Jalan Mangin. Sejumlah penambang serta alat berat untuk mengeruk dan kendaraan pengangkut pasir dan batu tampak beraktivitas di sana.

Namun, pemandangan mengenaskan berupa bukit-bukit yang terpapas dan habis karena penambangan ikut tersaji. Bukit-bukit yang hancur karena aktivitas penambangan yang membabi buta tersebut berada di wilayah Kecamatan Bungursari dan Mangkubumi.

Lurah Cibunigeulis, Kecamatan Bungursari, Nuryamin mengakui aktivitas penambangan mengancam kelestarian sumber mata air di wilayahnya. Dampaknya sudah mulai terasa saat musim kemarau melanda tahun ini. Beberapa warga kesulitan memperoleh air karena kekeringan.

"Kemarin juga ada yang minta air bersih," ucap Nuryamin saat ditemui di ruang kerjanya, Kelurahan Cibunigeulis. Pihak kelurahan terpaksa meminta bantuan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tasikmalaya agar memberikan bantuan penyaluran air ke Cibunigeulis.

Kekurangan air baru pertama kali dirasakan sejumlah warga Cibunigeulis. Nuryamin mengatakan, warga pada tahun-tahun sebelumnya tak pernah kekurangan air. Pasalnya, wilayah kelurahan tersebut justru menjadi pemasok air untuk Kabupaten dan Kota Tasik.

Di sana, bahkan tersedia tempat penampungan air bernama Gedong Cai yang menjadi penyalur melalui pipa-pipa. Kondisi tersebut diduga terjadi karena perusakan lingkungan oleh kegiatan penambangan.

Nuryamin memperkirakan sekitar lima bukit telah terkikis oleh penambangan di Cibunigeulis.

Bukit milik pribadi

Kelurahan, lanjutnya, mencoba mempertahankan keberadaan beberapa bukit lain yang belum tersentuh penambang seperti‎ Gunug Kokosan, Gunung Putri, Gunung Hanjuang. Penyelamatan dilakukan Pemkot Tasikmalaya dengan cara membeli lahan bukit dari warga.

"Gunung Kokosan sudah dibeli, Gunung Hanjuag sudah dibeli (Pemkot), Gunung Putri tahun ini sudah didata (untuk dibeli)," ucap Nuryamin.

Menurut dia, Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman telah memerintahkan agar keberadaan bukit-bukit tetap dipertahankan. "Jangan sampai bukit-bukit itu dikikis semua karena kita memerlukan air," ucapnya.

Jika ditambang, area hutan sebagai kawasan serapan air  di perbukitan juga bakal ikut dihancurkan. Upaya penyelamatan dan pelestarian memang terganjal status bukit yang dimiliki secara pribadi. Tergiur pendapatan yang lebih banyak, warga memilih menjualnya ke pengusaha tambang atau menambang sendiri.

Tak hanya berdampak pada hilangnya sumber mata air, penambangan juga dikeluhkan warga karena merusak jalan lingkungan. Jalan rusak karena lalu lalang truk pengangkut hasil tambang dan alat-alat beratnya. ‎Keluhan itu langsung disampaikan warga kepada Nuryamin.

"Kenapa pak lurah ada semacam galian C, jalan suka rusak karena ada galian C," ujar Nuryamin menirukan keluhan warga.

Kelurahan, tuturnya, tak bisa berbuat apa-apa karena urusan perizinan tambang sekarang berada di Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Padahal, wargalah yang merasakan dampak langsung penambangan seperti menghilangnya mata air dan rusaknya infrastruktur jalan.

Nuryamin pun mengaku tak mengetahui data pasti identitas, jumlah, serta legalitasnya pengelola tambang di wilayahnya karena perpindahan urusan perizinan tersebut.

Hancurnya perbukitan, lanjutnya, bukan hanya terjadi di Cibunigeulis. Sejumlah kelurahan lain di Kecamatan Bungursari yang berada di tepi Jalan Mangin yakni Sukajaya, Bungursari, Sukalaksana, Bantarsari bernasib serupa.

Penambangan juga menyasar perbukitan di kelurahan-kelurahan yang masuk Kecamatan Mangkubumi seperti Cipawitra, Linggajaya, Cipari. Menurut dia, polisi sempat melakukan inspeksi mendadak serta menghentikan kegiatan penambangan beberapa waktu.

Kegiatan penambangan pun sempat berhenti sejenak. "Tetapi kan (penambang) masuk lagi masuk lagi (beraktivitas kembali) karena memag tanah pribadi," ujarnya.

Hal senada dikemukakan warga lainnya,  Nanang (60). Warga Kelurahan Cipari tersebut mengatakan, kegiatan penambangan sebenarnya telah dilarang pemerintah seperti di kawasan Perbukitan Situ Gede. "Hampir dua tahun dilarang," ujar Nanang.

Akan tetapi, masih ada warga atau penambang lokal yang masih melakukan penambangan dengan cara manual. Penggalian itu dilakukan di bekas-bekas lahan tambang Situ Gede.

‎Kendati warga lokal mendapat kerja sebagai penambang, kerusakan lingkungan dan jalan menjadi dampak lanjutan yang dirasakan warga.

Ketua Badan Pengurus Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jabar Dedi Kurniawan ikut menyoroti maraknya kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir di Kota Tasikmalaya. Kerusakan perbukitan yang terus dipapas penambang masuk kategori berbahaya bagi daya dukung lingkungan Tasikmalaya.

"Bisa krisis air, bisa juga banjir karena air tidak terserap ke tanah dan mengalir ke aliran paling bawah," ucap Dedi dalam pesan singkatnya.

Saat "PR" mencoba meminta tanggapan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya Dudi Mulyadi tak berada di kantornya, Jalan Nonoeng Tisnasaputra. Petugas DLH mengatakan, Dudi tengah sakit. (pikiran rakyat).

Posting Komentar untuk "Penambangan Pasir, Ancam Hilangnya Sumber Air Tasikmalaya"