Salah seorang musisi Indonesia, Beben Jazz berpendapat, sastra
membuat pembaca atau penikmatnya berwatak lembut. Hal itu sama seperti
agama dan budaya.
Hal itu diungkapkannya pada
Haul ke-23 Mahbub Djunaidi yang digelar di kampus UNUSIA Jakarta, Jumat
(19/10) malam. Acara dimulai dengan pembacaan Tahlil, doa-doa untuk para
ulama Nahdlatul Ulama dan untuk almarhum H Mahbub Djunaidi, yang juga
pernah menjabat sebagai Mustasyar PBNU.
"Buku-buku
sastra lebih sering berada di bagian pojok toko buku, padahal tujuan
sastra itu melembutkan, sama dengan agama, budaya," ungkap Beben.
Beben pun mengapresiasi acara yang rutin digelar tiap tahun oleh PMII UNUSIA Jakarta dan komunitas literasi Omah Aksoro itu.
"Acara ini luar biasa. Harus diperbanyak acara seperti ini. Kita butuh tokoh-tokoh seperti Pak Mahbub," tutur Beben.
Dirinya menyebut, Mahbub Djunaidi adalah sosok yang lengkap, sebagai jurnalis, politisi, organisatoris, sastrawan.
Dalam ranah musik, lanjut Beben, Mahbub Djunaidi adalah gabungan antara musik blues dan jazz.
"Pak Mahbub ini nge-groove,
mampu menyesuaikan diri. Selalu bisa menangkap zaman, waktu. Orang
beriman yang dekat dengannya pun jadi damai. Pak Mahbub ini 'kan agak ngocol orangnya;
santai tapi serius, serius tapi santai. Gabungan antara blues dan
jazz," jelas Beben, yang tak lama lagi akan menerbitkan 99 puisi
miliknya, kerjasama dengan Omah Aksoro.
Usai
menyampaikan testimoni terkait sosok, kiprah, dan karya Mahbub Djunaidi,
Beben pun untuk pertama kalinya membaca puisi, dari Mahbub Djunaidi.
Setelah musikalisasi, Beben tampil membawakan alunan jazz bersama Komunitas Jazz Kemayoran (KJK).
Kemudian, acara dimeriahkan kembali oleh Marjinal, band Indonesia beraliran punk yang terbentuk sejak 1997.
"Harus
optimis dengan generasi (masa depan). Kita punya generasi. Mungkin
generasi kita sudah bobrok. Tapi ke depan kita harus optimis," ujar
Mike, sang vokalis.
Mike Cs membawakan tiga
buah lagu, salah satunya lagu Luka Kita, yang dipersembahkan untuk
saudara-saudara yang belum lama dilanda musibah, di Palu, Sigi, dan
Donggala Sulawesi Tengah.
Posting Komentar untuk "Seperti Agama dan Budaya, Sastra Lembutkan Rasa"