BPJPH, KNEKS, dan BPOM Gelar Edukasi Sertifikasi Halal bagi UMK

Foto BPJPH
"Proses Mendapatkan Sertifikasi Halal sebagai Potensi Pengembangan Usaha" inilah tema edukasi tentang sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) yang dilaksanakan dalam bentuk webinar oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama bekerja sama dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Webinar ini diikuti ratusan pelaku UMK dari berbagai daerah di Indonesia.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mastuki HS, memastikan bahwa sinergi edukasi dan sosialisasi Jaminan Produk Halal (JPH) penting dilakukan mengingat penyelenggaraan JPH harus melibatkan banyak pihak dan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. 

Mastuki mengatakan, selama ini BPJPH berdiskusi intensif dengan banyak pihak, baik kementerian/lembaga terkait, instansi, perguruan tinggi, ormas keagamaan dan sebagainya, tentang penyelenggaraan JPH, termasuk juga dalam rangka penyusunan perundang-undangan. Dari berbagai pembahasan intensif itu, disimpulkan bahwa kepentingan JPH tidak bisa berjalan sendiri-sendiri tanpa melibatkan bayak pihak atau stakeholder terkait. 

"Ada 19 kementerian/lembaga dan instansi yang secara langsung dan tak langsung terkait dengan proses sertifikasi halal ini, dan secara general terkait Jaminan Produk Halal," kata Mastuki, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/12/2020).

Mastuki memastikan bahwa sertifikasi halal penting dilaksanakan oleh pelaku UMK. Selain sebagai bentuk pelaksanaan amanat perundang-undangan dalam mewujudkan perlindungan kehalalan produk, sertifikasi halal juga merupakan salah satu upaya dalam pengembangan usaha.

"Sehingga pelaku usaha harus memahami konsepnya halal dari hulu hingga hilir. Karena metode pendekatan dalam madzhab halal di Indonesia adalah traceability atau telusur dari hulu hingga hilir. Ada pra kondisi yang melibatkan banyak pihak, salah satunya terkait halal value chain," terang Mastuki. 

Traceability itu, lanjut Mastuki,  bisa dimulai from farm to fork, dari penyediaan bahan halal di mana kehalalan bahan bisa ditelusur dari awal hingga produk jadi. Dicontohkannya, bahan hasil pertanian atau dari hasil laut, seperti sayuran atau ikan itu adalah halal by nature. Tetapi ketika bahan baku berasal dari peternakan misalnya daging, maka harus dipastikan penyembelihannya memenuhi kaidah syariah dan berasal dari ternak yang halal, sehingga daging tersebut halal.

Bahan dan proses produksi menjadi titik penting apakah suatu produk memenuhi ketentuan kehalalan ataukah tidak. Karenanya, lanjut Mastuki, penyediaan bahan halal baik bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong, ketersediaannya sangat menentukan pemercepatan proses sertifikasi halal. Sehingga dalam hal itu, pemerintah berupaya hadir memberikan 'intervensi' untuk memudahkan penyediaan bahan baku halal tersebut.

"Dalam penyiapan Peraturan Pemerintah, termasuk juga masukan dari KNEKS, agar penyediaan bahan baku atau raw material halal itu menjadi concern dalam sertifikasi halal untuk didahulukan penahapannya. Termasuk riset-riset terkait halal berbagai perguruan tinggi, halal center, dan sebagainya itu juga harus berjalan untuk bisa mempercepat proses sertifikasi halal," imbuh Mastuki.

Kepada pelaku UMK, Mastuki menekankan prinsip-prinsip dalam sertifikasi halal yang harus dipenuhi. Di antaranya, memastikan produk yang dihasilkan sesuai ketentuan halal dan menjamin kehalalan produk di seluruh rangkaian proses produk halal (PPH), memastikan tidak terjadi kontaminasi bahan haram, baik fasilitas/peralatan, pekerja, maupun lingkungan, serta menjaga kesinambungan proses produksi halal. 

"Sebab, Undang-undang  mengatur kewajiban pelaku dalam sertifikasi halal. Pasal 24 Undang-undang JPH mengatur bahwa pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikasi halal wajib memberikan informasi secara benar, jelas dan jujur. Juga, memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara halal dan tidak halal. Kemudian, pelaku usaha harus memiliki penyelia halal yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan, dan melaporkan perubahan komposisi bahan dan proses produk halal kepada BPJPH." jelas Mastuki.

Setelah memperoleh sertifikat, Mastuki juga menegaskan bahwa pelaku usaha tidak boleh berhenti menjamin kehalalan produknya. Kesinambungan proses produk halal harus terus dijalankan. "Setelah ini dipahami maka akan lebih mudah pelaksanaan sertifikasi halalnya." imbuh Mastuki. (alifah|ulul).

Posting Komentar untuk "BPJPH, KNEKS, dan BPOM Gelar Edukasi Sertifikasi Halal bagi UMK"