Ketika Warga Arab Mulai Cinta Perayaan Maulid

Kecintaan Muslim  kepada Nabi terwujud dalam budaya peringatan hari kelahirannya, sering disebut dengan Maulid Nabi. Lebih dari 2 miliar Muslim di dunia, terlepas dari sekte atau kelompoknya, percaya bahwa mencintai Nabi Muhammad (SAW) adalah prinsip Islam yang mendasar, yang dirayakan setiap tahun di bulan kelahirannya.

Umat muslim memberi penghormatan di makam Nabi Muhammad di Masjid Nabawi Madinah.  (TVhaji/SPA)


Dengan dibukanya kembali  Masjid Nabawi  bertepatan dengan bulan kelahiran Nabi, rasa rindu jutaan umat muslim ingin datang untuk shalat di salah satu masjid paling suci Islam.

Hari lahir Nabi ditetapkan  hari ke-12 dalam bulan Rabi Al-Awwal — bulan ketiga dalam kalender Islam. Dikatakan bahwa dia lahir pada tahun 570 masehi di Makkah dan meninggal pada tahun 632 di Madinah.

Di wilayah Hijaz di bagian barat Arab Saudi, banyak orang menganggap Rabiul Awwal sebagai bulan perayaan, sehingga mereka ikut serta dalam berbagai kegiatan amal sepanjang bulan, membagikan makanan kepada orang miskin dan menyumbangkan uang kepada organisasi lokal. Namun, perhatian khusus ditujukan pada malam ke-12, Maulid.

Ini adalah perayaan sederhana di mana kami berkumpul untuk mendengarkan Sirah Nabawiyah (Kehidupan) dan mendengarkan Madh (Pujian) yang telah ditulis untuknya, yang memiliki banyak sumber dalam puisi dan prosa.

Tertulis dalam Ibn Katsir: Malam kelahiran Nabi adalah malam yang megah, mulia, diberkati dan suci, malam kebahagiaan bagi orang-orang beriman. 

“Ini adalah perayaan sederhana di mana kami berkumpul untuk mendengarkan Sirah (Kehidupan) dan mendengarkan Madh (Pujian) yang telah ditulis untuknya, yang memiliki banyak sumber dalam puisi dan prosa,” kata Usama Al-Kubaisi kepada Arab News. 

“Karena membaca teks prosa dalam sekelompok orang itu membosankan, kami bersama-sama membaca puisi, mendaraskan doa kepada Nabi dan mengingat karakteristik moral dan berkah dari pesannya.”

Tidak ada satu cara atau satu teks pun yang digunakan dalam perayaan ini. Penulisan Maulid beragam dan mengumpulkan berbagai aliran pemikiran, termasuk Sufi, Syafi'i, Hanafi, dan bahkan Hanbali. Teks biasanya menceritakan kisah hidupnya secara rinci, dari kelahirannya melalui semua peristiwa dalam hidupnya sampai kematiannya, menyebutkan penampilan, akhlak, dan perbuatan mulia untuk mengingatnya dan mengikuti teladannya.

Beberapa teks terkenal yang dibaca selama Maulid di Arab Saudi adalah yang ditulis oleh Al-Sakhawi, Al-Barzanji, dan Al-Qawuqji, yang menggambarkan karakteristik dan figur Nabi.

Meskipun beberapa orang mempertanyakan validitas agama dari perayaan Maulid Nabi, Ibnu Taimiyyah, salah satu ulama Islam, mengatakan bahwa perayaan Maulid "adalah baik dan di dalamnya ada pahala yang besar," karena memotivasi orang untuk mengikuti Nabi. 

“Di Arab Saudi, Maulid dirayakan sebagian besar oleh para sufi atau pengagum praktik Sufi di Kerajaan tetapi tidak terbatas pada mereka. Namun, itu tidak diterima oleh Salafi (wahabi - red),” kata Fadhel warga Jeddah.

“Beberapa keluarga terkenal di Hijaz merayakannya dan mengadakan pertemuan tahunan seperti di rumah ulama Muhammad Alawi Al-Maliki, di Makkah.”

Fadhel yang tumbuh sebagai seorang Salafi, menempuh perjalanan panjang mempelajari berbagai sekolah Islam sebelum akhirnya percaya pada dibolehkannya perayaan Maulid karena mempromosikan cinta, kebaikan, dan kasih sayang. Dia sekarang mengundang teman-temannya untuk mengikuti perayaan maulid yang digelar setiap tahun.

Dia mengatakan bahwa Maulid adalah pengalaman yang lebih baik dalam pertemuan besar. Namun, dimungkinkan bagi seseorang untuk merayakannya sendiri atau bersama keluarga dengan mempraktikkan segala bentuk ibadah atau ekspresi kegembiraan pada hari itu, seperti membaca kehidupan Nabi, puisi populer tentang dirinya, mengucapkan doa kepadanya dan membuat sumbangan atau membagikan permen.

“Tidak terbatas pada laki-laki - perempuan juga merayakannya dengan melakukan aktivitas yang sama,” kata Fadhel sambil menambahkan, “Keluarga dapat mengatur perayaannya sendiri, dimana baik laki-laki maupun perempuan berkumpul untuk membaca dan mengaji bersama.” 

Yaman Fattouh, warga Madinah, miliki sebuah keluarga dengan warisan Sufi. Dia tumbuh dengan pertemuan Maulid sejak usia muda, "Saya beruntung memiliki masa kecil yang tumbuh dengan cerita Nabi dan melayani orang-orang yang berkumpul untuk mengingat karakter luhurnya, yang pasti telah mempengaruhi hidup saya dengan indah."

Ia menjelaskan bahwa meskipun kata Maulid mengacu pada hari kelahiran Nabi, namun juga mengacu pada perayaan yang biasa berlangsung beberapa kali dalam setahun di Madinah, terutama saat musim haji dan umrah, di mana jamaah juga ikut ambil bagian.

“Ada berbagai tempat dan masjid yang biasa melakukan kegiatan seperti itu, dan peziarah dari berbagai negara Arab dan Muslim juga akan bergabung,  dari Mesir, Maroko, dan Suriah juga akan berbagi gaya Maulid dan bernyanyi,” kata Fattouh.

Warisan yang kaya dari cinta sejati kepada Nabi Muhammad ini mengambil bentuk berbagai jenis perayaan, baik itu acara keagamaan atau bahkan acara sosial di negara-negara Arab.

Beberapa Muslim bahkan mengembangkan etiket gerak tubuh yang tidak memiliki dasar religius tetapi merupakan tanda hormat dan cinta. Misalnya, beberapa akan berdiri ketika nama Nabi disebutkan, sementara yang lain akan meletakkan tangan mereka di hati dan menundukkan kepala. (arabnews|azka).

Posting Komentar untuk "Ketika Warga Arab Mulai Cinta Perayaan Maulid"