Bersama PIHK, Ditjen Haji dan Umrah Bahas Persiapan Pemberangkatan Haji Khusus

 

Plt Dirjen PHU (Penyelengara Haji dan Umrah) Khoirizi H Dasir menyatakan,  sampai saat ini belum ada negara yang sudah mendapat informasi dari Arab Saudi terkait kepastian pemberangkatan jemaah haji. Namun begitu, persiapan tetap harus  dilakukan, baik untuk haji reguler maupun haji khusus.

Khoiriz H Dasir (kanan). Foto Kemenag
Khoizi menyampaikan itu dalam  Focuss Group Discusion (FGD) Mitigasi Risiko Permasalahan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus. FGD ini diikuti asosiasi  Himpuh, Amphuri, Kasthuri, Asphurindo, Sapuhi, Gapura, dan Ampuh.

"Ada atau tidak ada kepastian keberangkatan jemaah, persiapan harus terus dilakukan. Sebab, pelayanan, pembinaan, dan perlindungan jemaah haji menjadi amanah undang-undang," tegas Khoirizi di Depok, Jumat (9/4/2021).

Menurutnya, ada sejumlah hal yang perlu dibahas dalam penyiapan prosea mitigasi. Hal itu antara lain mencakup opsi dan skenario penyelenggaraan ibadah haji berdasarkan asumsi kuota, skema penerbangan, apakah memberlakukan transit atau langsung, termasuk juga terkait karantina.

"Bagaimana skema karantina sebelum keberangkatan, saat di saudi, dan ketika pulang. siapa penanggung jawab karantina? Ini perlu dibahas dan disepakati," jelas Khoirizi dalam keterangan tertulisnya  Jum'at(9/4).

"Embarkasi pemberangkatan juga harus dibahas. apakah tetap akan tersebar, atau disatupintukan melalui Jakarta misalnya," lanjut Khoirizi.

Khoirizi juga menggarisbawahi pentingnya mendiskusikan skema layanan akomodasi di Saudi saat pandemi dan penerapan  protokol kesehatan dan disiplin 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, menghindari kerumunan).

Terkait kuota, Khoirizi yang juga Direktur Bina Haji berkomitmen bahwa berapapun jumlah yang diberikan Arab Saudi nantinya, jemaah haji khusus tetap mendapat porsi 8%. Sebab, menurutnya hal itu merupaka  amanah UU. 

Namun, bila Saudi memberikan kuota haji, Khoirizi menggarisbawahi beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, Kemenag dan Komisi VIII DPR berkomitmen bahwa berapanpun kuota yang diberikan, akan diberangkatkan. 

Kedua, waktu terus berjalan. Perlu dirumuskan opsi-opsi skenario penyelenggaraan berdasarkan asumsi kuota dan ketersediaan waktu.

Ketiga, perhitungan biaya protokol kesehatan dan skema pembiayaannya. 

Keempat, kesiapan jemaah haji. Sebab, mayoritas (63%) jemaah Indonesia adalah lansia, di atas 60 tahun. Ini perlu diperhatikan jika ada ketentuan pembatasan usia dan jemaah dengan penyakit bawaan.

"Kita berharap jemaah haji bisa mengukur kemampuannya, baik terkait aspek pengetahuan ibadah maupun kondisi kesehatan," tandasnya.

Sebelumnya, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim melaporkan bahwa FGD digelar sebagai langkah antisipasi jika Saudi menetapkan kuota untuk jemaah haji Indonesia. 

Menurutnya, FGD ini menjadi kelanjutan dari diskusi intens yang sudah dilakukan Kemenag dengan DPR, asosiasi, dan stakeholders.

"Hasil diskusi ini akan dituangkan dalam regulasi sebagai pedoman bersama dalam penyelenggaraan ibadah haji khusus, jika Saudi memberikan kuota," tandasnya. (kmg|ulul|alfa)

Posting Komentar untuk "Bersama PIHK, Ditjen Haji dan Umrah Bahas Persiapan Pemberangkatan Haji Khusus "