Bambang Soesatyo |
Di
internal MPR RI sendiri, tambahnya, dari mulai Komisi Kajian Ketatanegaraan, Badan
Pengkajian MPR, hingga tingkat pimpinan MPR, tidak pernah sekalipun
membahas wacana perpanjangan periodisasi presiden menjadi tiga periode.
"Rencana MPR RI melakukan amandemen terbatas hanya untuk menghadirkan
Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), bukan yang lain," ujar Bamsoet dalam
Webinar yang diselenggarakan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP)
PP Muhammadiyah, secara virtual dari Bali, Senin (13/9/2021).
Turut
hadir antara lain Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas,
Ketua Fraksi Demokrat MPR RI Benny Harman, Ketua LHKP PP Muhammadiyah
Yono Reksoprodjo, Wakil Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah Titi Anggraini,
Peneliti Senior LIPI Siti Zuhro, dan Peneliti Senior Pusat Kajian
Konstitusi dan Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Jakarta Iwan
Satriawan.
Ketua DPR RI
ke-20 dan mantan Ketua Komisi III Bidang Hukum DPR RI ini menjelaskan,
di Indonesia, aturan mengenai pembatasan masa jabatan presiden dan wakil
presiden diatur secara tegas pada pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa presiden dan wakil
presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa
jabatan.
"Artinya,
presiden dan wakil presiden hanya dapat menjabat dua kali pada jabatan
yang sama, baik berturut turut maupun tidak berturut-turut. Baik masa
jabatan tersebut dipegang secara penuh dalam periode 5 tahun maupun
kurang dari 5 tahun," tegas lelaki yang akrab disapa Bamsoet dalam keterangan tertuisnya.
Kepala
Badan Bela Negara FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini
menerangkan, untuk melakukan perubahan konstitusi dibutuhkan konsolidasi
politik yang besar. Mengingat persyaratannya sangat berat, sebagaimana
tertuang dalam pasal 37 ayat 1-3 UUD NRI 1945.
Di ayat 1 menjelaskan,
usul perubahan pasal-pasal konstitusi dapat diagendakan dalam sidang MPR
apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR
(237 dari 711 jumlah anggota MPR). Di ayat 3, dijelaskan untuk mengubah
pasal-pasal konstitusi, sidang MPR harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota MPR (474 dari 711 anggota MPR).
"Sementara
di ayat 4 dijelaskan, putusan mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota
dari seluruh anggota MPR, sekitar 357 dari 711 anggota MPR. Artinya,
satu partai saja tidak setuju dengan rencana amandemen, maka amandemen
tidak bisa dilakukan," terang Bamsoet.
Kepala
Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia
ini menerangkan, jika merujuk referensi global, memang ada beberapa
negara yang membolehkan masa jabatan Presiden lebih dari dua kali.
Sejarah Amerika mencatat, Presiden Franklin Roosevelt menjabat sebagai
Presiden AS selama 4 kali dalam periode kepresidenan 1933-1945 ketika
krisis akibat Perang Dunia II. Namun pasca amandemen Konstitusi tahun
1951, Presiden AS kemudian dibatasi masa jabatannya selama 2 periode.
"Hingga
saat ini, masih ada beberapa negara yang mengadopsi pemberlakuan masa
jabatan presiden lebih dari 2 periode. Antara lain misalnya Brasil,
Argentina, Iran, Kongo, Kiribati, Tanjung Verde, dan Tiongkok," terang
Bamsoet.
Wakil Ketua
Umum Partai Golkar ini menuturkan, sejarah mencatat Indonesia pernah
melakukan penundaan Pemilu dan juga pernah melakukan percepatan Pemilu.
Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 3 November 1945 membuat
Pemilu yang seharusnya dilakukan pada Januari 1946 ditunda ke tahun
1955, mengingat ketidaksiapan dan masih adanya ancaman dalam
mempertahankan kemerdekaan.
"Sedangkan
percepatan Pemilu pernah dilakukan melalui Sidang Istimewa MPR RI pada
10-13 November 1998 yang menolak laporan pertanggungjawaban Presiden
Habibie, mengharuskan Pemilu dipercepat dari jadwal sebelumnya pada
tahun 2002 menjadi diselenggarakan pada tahun 1999," tutur Bamsoet.
Ketua
MPR RI ini menuturkan, pembatasan masa jabatan presiden dan wakil
presiden di Indonesia adalah buah dari reformasi. Agar selalu ada
penyegaran dalam setiap periodesasi pemerintahan. Dan untuk menjamin
adanya kesinambungan, agar tidak setiap berganti pemerintahan berganti
pula haluannya, maka kehadiran PPHN merupakan keniscyaan. (ulul|alfa)
Posting Komentar untuk "Bamsoet: MPR Tak Pernah Membahas Wacana Perpanjangan Jabatan Presiden Jadi Tiga Periode"