PANDEMI COVID-19 DAN KESEHATAN HAJI

Eka Jusup Singka, memimpin rapat (Foto Puskes Haji)

Oleh : Eka Jusup Singka (Kepala Pusat Kesehatan Haji), Innes Errica (Staf Pusat Kesehatan Haji)

Pendahuluan

Akhir Desember 2019, dunia dikejutkan dengan munculnya wabah penyakit radang paru (Pneumonia) yang tidak diketahui penyebabnya di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Dalam waktu singkat penyakit tersebut telah menyebar dan menginfeksi lebih dari 1 juta orang di dunia dan sejak 11 Maret 2020 Covid-19 dideklarasikan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO), kemudian Presiden Jokowi telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional pada 13 April 2020.

Setelah diteliti lebih lanjut, diketahui penyebab penyakit ini adalah virus Corona jenis baru. Virus Corona sendiri merupakan keluarga besar virus yang sudah lama dikenal didunia. Dinamakan Corona karena virus ini memiliki duri-duri yang menyerupai mahkota. Sebagian besar keluarga virus ini menginfeksi hewan dan pertama kali diidentifikasi di manusia pada pertengahan tahun 1960. Virus Corona adalah Respiratory Virus yang menyebabkan beragam penyakit pernapasan, dari ringan seperti Common Cold sampai penyakit berat seperti Pneumonia dan dapat menyebabkan kematian. Beberapa jenis virus corona sudah pernah menyebabkan wabah di dunia, yaitu wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) di tahun 2003 dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS) di tahun 2006. Case Fatality Rate (CFR) dari kedua penyakit ini secara berurutan adalah 10% dan 37%.

Virus baru ini kemudian dinamakan SARS-CoV2, sementara penyakitnya dinamakan Covid-19. SARS-CoV2 bisa menyebabkan penyakit pernapasan ringan sampai berat. Beberapa penderita bahkan bisa tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala umum yang sering terjadi pada penderita adalah demam, kelelahan, dan batuk. Penyakit berat akibat SARS-CoV2 banyak ditemukan pada orang tua atau orang yang memiliki penyakit komorbid seperti penyakit paru menahun/kronis dan penyakit gula/diabetes mellitus (DM).

Karena merupakan penyakit baru, patofisiologi dan pengobatan dan pembentukan vaksin terhadap Covid-19 masih terus diteliti dan dikembangkan. Berdasarkan data WHO, daya penularan Covid-19 adalah 1,4 – 2,5. Lebih tinggi dari influenza dimana R0 influenza adalah 1,3. Artinya adalah 1 orang penderita Covid-19 bisa menularkan ke 1,4–2,5 orang sementara 1 orang penderita flu menularkan ke 1,3 orang lainnya. Untuk Case Fatality Rate (CFR), CFR Covid-19 adalah 3,4 sementara CFR dari influenza kurang dari 1%. Data dari berbagai negara di dunia menunjukkan bahwa Nilai CFR ini tidak sama antara 1 negara dengan negara lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi CFR adalah usia warga negara, kualitas pelayanan kesehatan, dan seberapa baik deteksi penderita covid-19 di suatu negara. Di Indonesia sendiri CFR untuk Covid-19 per-7 April 2020 adalah 8%. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara terjangkit lainnya.

Seperti halnya penyakit infeksi pernapasan lain, Covid-19 ditularkan melalui droplet atau partikel yang dikeluarkan ketika penderita batuk/bersin dan kontak langsung. Oleh karena itu, salah satu hal penting untuk mencegah penularan Covid-19 adalah dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai anjuran, seperti masker. Selain itu, rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer dapat mencegah proses transmisi penyakit ini, disamping itu, physical distancing merupakan hal yang penting sebagai upaya memperkecil prosesi penularannya.

Penelitian lebih lanjut menyebutkan bahwa penyakit ini juga bisa ditularkan melalui aerosol. Penularan melalui aerosol biasanya terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu tenaga kesehatan memiliki standar penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) khusus untuk mencegah tertular covid-19.

Pandemi Covid-19 dan Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Haji adalah ibadah dengan perkumpulan massa terbesar di dunia. Sekitar 3 juta Jemaah haji yang berasal dari lebih dari 180 negara di dunia berkumpul di kota Makkah, Arafah, Musdalifah dan Mina. Dengan kondisi seperti ini, risiko penularan covid-19 sangat besar. Dalam kondisi ini, Physical distancing sangat sulit dilakukan, terutama di area mataf (tempat Jemaah haji melakukan tawaf), masa’ (tempat melakukan sai), dan ketika di Arafah Muzdalifah dan Mina.

Untuk pelaksanaan haji 1441 H/2020 M, Kerajaan Arab Saudi belum menyatakan sikap yang jelas sampai hari ini, apakah akan memberikan kesempatan para Jemaah haji yang umumnya berasal dari Luar Saudi untuk menjalankan ibadah haji di Mekkah dan Madinah. Karena belum ada kepastian dan sambil menunggu masalah pandemic Covid-19, Di Indonesia, Pemerintah cq Kementerian Agama selaku koordinator penyelenggaraan haji tetap melaksanakan persiapan penyelenggaraan haji tahun 2020, termasuk proses pelunasan dan persiapan-persiapan lainnya (merujuk kepada Surat Keputusan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama No. 160 Tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji Reguler Tahun 1441 H/ 2020 M).

Khusus untuk ibadah umrah, Kerajaan Arab Saudi telah menutup layanan visa umroh untuk beberapa negara termasuk Indonesia sejak tanggal 27 Februari 2020 dan sejak 4 Maret 2020 melarang siapapun termasuk warga Saudi untuk melaksanakan umroh.

Sikap Negara Saudi dalam menolak Jemaah umrah, merupakan sikap yang patut diacungi jempol. Hal ini menandakan betapa pedulinya Saudi dengan persoalan Kesehatan yang sedang mendunia ini. Prosesi umrah bahkan juga haji merupakan prosesi yang melibatkan banyak orang dan terjadinya kumpulan massa. Maka Tindakan Saudi adalah sesuatu Tindakan yang tegas terhadap pemutusan mata rantai penyakit Covid-19.

Pandemi Covid-19 dan Penyelenggaraan Kesehatan Haji.

Telah diketahui secara umum, bahwa sebagian besar Jemaah haji Indonesia adalah jemaah dengan risiko tinggi (Risti) kesehatan. Sejak satu dasa warsa terakhir, data Jemaah haji Indonesia menyatakan bahwa 63-67% dari total jemaah haji Indonesia adalah jemaah haji dengan usia lanjut (lansia) dan/atau jemaah haji dengan penyakit komorbid (Penyakit Jantung, Saluran nafas, degenerative, dan Diabetes Melitus). Kelompok ini adalah kelompok yang sangat berisiko mengalami perberatan penyakit atau menjadi sangat berat apabila terinfeksi dan menderita Covid-19. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan selaku penyelenggara kesehatan haji terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, antara lain dengan Kementerian Agama, pemerintah daerah dan muassasah bidang kesehatan Kerajaan Arab Saudi untuk menyiapkan penyelenggaraan kesehatan haji, baik di Indonesia maupun di Arab Saudi.

Selama pandemi Covid-19, Kementerian Kesehatan selaku penyelenggara kesehatan haji tetap melaksanakan persiapan-persiapan penyelenggaraan kesehatan haji, termasuk melaksanakan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan kepada calon jemaah haji di fasilitas pelayanan kesehatan serta pemberian vaksin Meningitis Meningokokus (MM) dengan memperhatikan prinsip-prinsip physical distancing kepada Jemaah Haji. Saat ini, Kementerian Kesehatan telah menyiapkan materi-materi penyuluhan kesehatan berupa tindakan promotif preventif kesehatan terutama terkait pencegahan Covid-19 untuk jemaah haji, salah satunya berupa VLOG, serta berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut kepada calon jemaah haji.

Selain mempersiapkan calon jemaah haji, Kementerian Kesehatan juga tetap melaksanakan pelatihan bagi petugas kesehatan haji di kabupaten/kota dan provinsi dengan menggunakan metode online.

Keputusan untuk menerima ataupun menolak Jemaah haji Indonesia adalah kewenangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tentunya dengan mempertimbangkan perkembangan pandemic Covid-19 di Indonesia dan di dunia. Jika seandainya jemaah haji Indonesia tidak diizinkan masuk ke Arab Saudi tahun 2020M, maka Kementerian Kesehatan akan mempersiapkan calon jemaah haji 2020M untuk keberangkatan tahun berikutnya yaitu 2021M dengan penguatan pada pembinaan dan manasik kesehatan haji.

Apakah Jemaah Haji perlu dilakukan pemeriksaan Covid-19?

Saat ini ada 2 jenis pemeriksaan diagnostik Covid-19 yaitu tes molekuler dan tes serologi. Tes molekuler adalah pemeriksaan golden standard yaitu dengan menemukan materi genetik virus SARS-CoV-2 pada spesimen yang diperiksa. Sampel yang biasa digunakan untuk tes jenis ini biasanya berasal dari apusan (swab) tenggorok dari orang yang akan diperiksa. Pemeriksaan dengan metode ini sudah dapat dilakukan secara cepat yang dikenal dengan TCM atau Tes Cepat Molekuler yang dapat mendeteksi materi genetic virus kurang dari 1 jam. Sementara, tes serologi adalah pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG terhadap virus corona. Tes ini sangat mudah dilakukan dan hasil pemeriksaan keluar sangat cepat. Kelemahan dari tes ini adalah akurasinya tidak terlalu tinggi karena tidak bisa mendeteksi pasien di masa awal infeksi karena belum menghasilkan antibodi.

Jika haji tahun 2020 akan tetap dilaksanakan (tentunya jika masalah Covid-19 sudah terselesaikan dan jumlah kasus turun secara drastis), maka jemaah haji Indonesia yang berangkat ke Arab Saudi, dipastikan harus bebas dari Covid-19. Untuk memastikan jemaah haji Indonesia bebas dari Covid-19, maka rekomendasi jenis tes pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan Test Cepat Molekuler (TCM), karena test ini akurasinya yang tinggi dan waktu pemeriksaannya yang lebih cepat dari tes molekuler konvensional. Untuk dapat melaksanakan pemeriksaan tersebut, dibutuhkan persiapan alat dan petugas terlatih untuk mengambil sampel jemaah haji di embarkasi haji. Tidak hanya itu, diperlukan kerjasama dengan laboratorium covid-19 terdekat dengan masing-masing embarkasi haji dan diperlukan pula ruangan khusus untuk isolasi Jemaah haji yang memiliki gejala Covid-19.

Sumber: https://puskeshaji.kemkes.go.id/berita/2020/4/28/pandemi-covid-19-dan-kesehatan-haji

Posting Komentar untuk "PANDEMI COVID-19 DAN KESEHATAN HAJI"