Bambang Soesatyo Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
LONJAKAN
jumlah kasus Covid-19 yang berkelanjutan akan mendorong pemerintah
terus mengkreasi kebijakan atau pendekatan guna menekan lonjakan itu.
Kebijakan atau pendekatan seperti PSBB dan PPKM tidak akan pernah
efektif jika masih ada elemen-elemen masyarakat yang tidak peduli akan
urgensi mematuhi protokol kesehatan (Prokes).
Virus
SARS-CoV-2 penyebab sakit Covid-19 bukanlah musuh negara atau musuh
pemerintah. Virus corona harus dipahami sebagai musuh semua orang, tanpa
terkecuali. Dia, sudah terbukti, bisa menginfeksi pemimpin
negeri-negeri kuat nan kaya seperti Perdana Menteri Inggris hingga
Presiden Amerika Serikat. Karena musuh ini berstatus virus yang
mengganggu kesehatan, bahkan bisa mematikan, dia tak bisa dibasmi dengan
senjata pemusnah atau mengerahkan intelijen negara untuk
membumihanguskan ancaman ini. Penularan Virus ini hanya bisa dihentikan
jika semua orang waspada dan selalu berhati-hati dengan melaksanakan
protokol kesehatan (Prokes).
Maka,
kesadaran semua orang menjalankan Prokes menjadi kata kunci
menghentikan penularan Covid-19, karena varian virus corona SARS-CoV-2
terus mengintai di sela-sela kehidupan manusia. Mereka yang percaya dan
peduli akan ancaman virus ini sudah memahami cara-cara menangkal ancaman
itu. Antara lain dengan patuh melaksanakan Prokes. Namun, di ruang
publik, masih saja terlihat banyak orang menganggap remeh, bahkan tidak
percaya, akan potensi ancaman tertular Covid-19. Itu sebabnya, setelah
11 bulan semua masyarakat didorong untuk mematuhi Prokes, upaya
mereduksi penularan Covid-19 nyaris tak membuahkan hasil maksimal.
Sebaliknya, yang terjadi justru percepatan lonjakan kasus baru yang per
harinya bisa mencapai belasan ribu.
Fakta
yang memprihatinkan ini harus diterima apa adanya, karena perilaku
kelompok-kelompok masyarakat yang tidak peduli ancaman Covid-19 itu.
Bahkan, seorang pendakwah menolak memakai masker dan mengatakan kepada
pendengarnya bahwa Covid-19 tidak bisa masuk rumah ibadah. Perilaku
seperti ini tentu saja ikut memengaruhi lonjakan kasus baru Covid-19
belakangan ini. Per Senin (8/2), kasus positif Covid-19 di dalam negeri
bertambah 8.242 kasus baru sehingga akumulasinya menjadi 1.166.079
kasus. Dari jumlah ini, pasien yang sembuh tercatat 963.028, dengan
total kasus aktif 171.288 pasien atau 14,7 persen. Sementara itu, jumlah
pasien meninggal tercatat 31.763.
Seperti
halnya Indonesia, tidak banyak negara yang berhasil meredam penularan
Covid-19 dengan pembatasan sosial atau bahkan lockdown (penguncian)
sekalipun. Banyak negara bahkan sudah menutup pintu bagi kedatangan
warga asing. Nyatanya, dalam skala global, jumlah kasus Covid-19 terus
saja bertambah. Hingga Senin (8/2), Worldometer mencatat total kasus di
seluruh dunia mencapai 106.818.698 juta karena tambahan 141.606 kasus
baru. Inggris, yang sudah dua kali lockdown, masih berada di urutan
kelima berdasarkan jumlah kasus Covid-19. Prancis, yang mengakhiri
lockdown pada 30 November 2020, masih menempati urutan enam.
Apa
yang terjadi di Inggris atau Prancis setidaknya memberi bukti bahwa
pendekatan seperti lockdown sekalipun tidak akan efektif menurunkan
angka penularan jika masih ada kelompok-kelompok masyarakat yang tidak
mematuhi Prokes di tengah pandemi. Di Indonesia, khususnya di Jawa dan
Bali, sudah sejak Maret 2020 menerapkan pembatasan sosial berskala besar
(PSBB). Gagal menurunkan angka penularan, Jawa-Bali menerapkan PSBB
yang diperketat. Karena belum juga efektif, diupayakan pendekatan baru
berupa pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat ( PPKM). Berjalan
hampir satu bulan, PPKM belum juga berhasil menurunkan angka penularan.
Sebagai
regulator, pemerintah mencoba pendekatan lain. Maka, beberapa hari
lalu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri
Nomor 3 Tahun 2021. Instruksi ini memuat peraturan tentang pelaksanaan
PPKM berbasis mikro, dan pembentukan posko penanganan Covid-19 di
tingkat desa dan kelurahan. PPKM mikro berurasi 14 hari, mulai 9 hingga
22 Februari 2021. Semua kelurahan atau desa yang memberlakukan PPKM
mikro wajib menerapkan pembatasan yang ditetapkan pemerintah.
Sekalipun
dirancang pemerintah, PSBB atau PPKM mikro sejatinya adalah pergulatan
bersama atau gerakan masyarakat untuk memutus rantai penularan Covid-19,
karena Covid-19 memang menjadi musuh semua orang, bukan musuh
pemerintah atau musuh negara. Penerapan PPKM mikro bukan semata-mata
untuk kepentingan negara atau pemerintah, melainkan untuk melindungi
kesehatan seluruh elemen masyarakat dari ancaman Covid-19. Karena
menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi kesehatan masyarakat,
pemerintah mengambil prakarsa atau berinisiatif mengajak masyarakat
menerapkan PPKM mikro. Dengan begitu, tingkat keberhasilan PPKM mikro
menurunkan angka Covid-19 tetap saja terpulang kepada kehendak dan
kepatuhan masyarakat melaksanakan PPKM mikro itu sendiri.
PPKM
mikro mestinya lebih efektif karena warga di setiap pemukiman didorong
untuk pro aktif melaksanakan dan mengawasi kepatuhan setiap individu
melaksanakan Prokes dalam berkegiatan. Warga di setiap pemukiman
tentunya berkeinginan agar lingkungannya bersih dari orang yang terpapar
Covid-19. Keinginan dan semangat seperti itu akan mendorong warga di
pemukiman untuk kompak, lebih berhati-hati dan siaga mewaspadai ancaman
penularan Covid-19.
Pada
banyak pemukiman, kecenderungan warga untuk waspada, berhati-hati dan
mematuhi Prokes sebenarnya sudah terlihat sejak awal penerapan PSBB.
Kecenderungan itu terlihat pada penutupan atau pengurangan akses
keluar-masuk pemukiman, pembatasan atau keengganan didatangi tamu,
perjumpaan kerabat secara virtual hingga penyediaan hand sanitizer dan
air bersih untuk cuci tangan di ujung jalan atau gang. Inisiatif
seperti ini menceminkan tumbuhnya semangat komunitas di banyak pemukiman
menjaga dan melindungi warga lingkungannya dari kemungkinan tertular
Covid-19. Sayangnya, kecenderungan ini tidak merata pada semua pemukiman
dan komunitas.
Dengan
menerapkan PPKM mikro, kehendak dan semangat warga atau komunitas untuk
melindungi lingkungan pemukimannya dari ancaman penularan Covid-19
seharusnya bisa ditumbuhkan. Agar semangat dan kehendak itu tumbuh,
peran para lurah, ketua rukun tetangga/rukun warga (RT/RW) hingga kepala
desa memotivasi warga menjadi sangat penting.
Covid-19 itu musuh setiap orang. Ajaklah warga di setiap pemukiman ‘berperang’ melawan penularan Covid-19.
Posting Komentar untuk "Pergulatan Bersama Meredam Covid-19 dengan PPKM Mikro"